Jumat, 25 Mei 2012

urutannama pacarHobby PacarTarget Pacar Baruhambatan
pertamaItaTinjuTataistri orang
keduayulimenyanyikucingistri orang
ketigabiahmembacasinaristri orang
keempatcacajogetninaistri orang
kelimairmamenulissalmaistri orang
urutannama pacarHobby Pacar
pertamaItaTinju
keduaMitabegadang
ketigaMianonton film perang
keempatTamiTidur

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

kamu berdua sampai selesai!”
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk
meminjam
uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
yang
membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan
sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan
ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan
ke
universitas.
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil.
Hari demi
hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,
dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik,
tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis
di
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen
dari laci
ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku
berlutut di
depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang
itu?”
Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah
tidak
mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau
begitu, kalian
berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan
berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah
begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau
kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan
memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan
apa lagi yang akan kamulakukan di masa mendatang? …
Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya
penuh
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata
setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis
meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata,
“Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup
keberanian
untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi
insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak
pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.
Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk
masuk ke
SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk
masuk ke
sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,
menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya
memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu
baik…hasil
yang begitu baik…”
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa
gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai
keduanya sekaligus?”
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan
berkata, “Ayah,
saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah
cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul
adikku
pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat
lemahnya?
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan
menyekolahkan
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku
meninggalkan
rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang
sudah
mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan
secarik
kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah.
Saya
akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis
dengan
air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang
adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi
konstruksi, aku
akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku
masuk dan
memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun
menunggumu di luar sana!”
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar,
dan
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor
tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak
bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab,
tersenyum,
“Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika
mereka tahu
saya adalah adikmu?
Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-
debu
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku
tidak
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu
adalah
adikku
bagaimana pun penampilanmu…”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-
kupu. Ia
memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,
“Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga
harus
memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku
menarik
adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah
telah
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan
ibuku.
“Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk
membersihkan
rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu
adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini.
Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela
baru
itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus,
seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada
lukanya
dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak,
tidak
sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu
berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku
bekerja dan…”
Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku
memunggunginya,
dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal
bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,
sekali
meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku
tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan
menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku
mendapatkan
pekerjaan sebagai manajer pada departemen
pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras
memulai
bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah
kabel,
ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku
dan aku
pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
“Mengapa kamu menolak
menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu
yang
berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
“Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan
saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti
itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang
sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga
karena aku!” “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam
tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani
dari
dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara
perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan
kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan
tidak
dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke
rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.
Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu
saja dan
berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu
gemetaran
karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang
sumpitnya.
Sejak hari itu,
saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku
dan baik
kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan
perhatiannya
kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku,
orang yang
paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan
dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan
ini, air mata bercucuran turun dari wajahku
seperti sungai.

Minggu, 20 Mei 2012

Kado Terindah

Di suatu Sekolah Internasional "Makasih ya Sam...!"
"Sama-sama Cinta..."
Lalu Samuel pergi menuju kelasnya. Beberapa menit kemudaian... "Cintaaaaaa!!!Happy Birthday ya!"teriak Anya dan Lola (teman cinta).
"Aduuhh!!! Kalian tuh ngagetin gue aja tau nggak!"
"Cie..yang baru dapet kado dari Sam!! Apaan isinya Ta?" Anya bertanya pada cinta.
"Mau tauuuuuuuuuu aja!! Minggir-minggir!!" Cinta pergi meninggalkan Anya dan Lola. Namun Anya dan Lola mengikuti Cinta.
Setiba Cinta di kelas, "Duuhh apaan sih isinya?P engen tau gue.." tanya Cinta dalam hati.
"Dorr!!!" Anya dan Lola mengagetkan Cinta. "Kita juga pengen tau donk Ta!"
"Iya sabar-sabar! Gue lagi buka nih...susah banget ya!"
"Sini gue yang buka Ta!"
"Ah elo Nya mentang-mentang body gede!" sambung Lola
Tidak lama kemudian.......
"Ya ampun!!!" Cinta kaget ketika lihat isi dari bungkusan kado dari Sam.
"Apaan Ta!!!!" Teriak Lola.
"Alah cuma kaya gituan doank!" sambung Anya.
"Ya ampun ini kan novel Kahlil Gibran yang gue pengen!"
"Yaelah Ta cuma novel doank lo kegirangan banget!!" sambung Lola
"Guys...novel ini sama kaya belahan jiwa gue!"
Cinta senang sekali mendapatkan novel Kahlil Gibran pemberian Sam.
Setiba di rumah.
"Sam...kenapa sih lo tuh baik banget ma gue? Lo sering ngerjain PR gue, lo sering traktir gue, lo juga suka ngasih surprise buat gue...tapi satu yang gue gak tau dari lo...sebenarnya lo tuh suka gak sih ma gue??"
Tiba-tiba HP Cinta berbunyi,, "Hallo!" jawab Cinta.
"Ta ni gue, Sam. Gimana lo suka gak sama kado dari gue?"
"Suka banget Sam...thanks banget ya! Ko lo bisa tau sih yang gue pengen?"
"Gue tau apa yang lo mau Ta...Gue kan secret admirer kamu!!! Haahahahahaha!"
"Ko Sam malah ketawa gitu sih? Gue kan nanya serius!! Brati Sam emang cuma anggap gue temen doank!" ucap Cinta dalam hati.
"Ta...ko lo diem?"
"Oh ga pa pa Sam! Gue lagi ngelamun. Sam udah dulu ya gue mau ngerjain tugas dulu nih!"
"Ok Cinta sampe ketemu di skul yaa!"
Cinta pun segera menutup telepon dari Sam.
"Ngapain juga gue mesti berharap lebih ama Sam? Dia cuma anggap gue temennya doank! Sebenernya gue pengen banget punya cowok dan cowok pertama gue tuh Sam! Huh bete gue!!!"
Keesokan harinya.
"Taaaa!!! Kata Reno tar pas jam istirahat lo ditungguin tuh di taman belakang."
"Mau ngapanin Nya?" Tanya Cinta pada Anya.
"Gak tau Ta! Tapi Ta gue punya saran nih ama lo...daripada lo nunggu orang yang belom pasti, mendingan lo jalan ama Reno aja!"
"Iya Ta gue sependapat ama Anya.."
"Tapi Nya, La, gue udah terlanjur suka ma Sam, lo bedua tau kan kalo gue naksir Sam dari pas MOS dulu!"
"Yaudah deh terserah lo aja Ta...ini cuma saran gue aja.." Ucap Anya.
"Kalo gitu lo samperin aja Reno ntar kali aja dia mau ngasih lo kado. Kan lumayan tuh Ta! Hehe..."
"Iya deh asal lo bedua seneng!!"
Bel pun berbunyi dan mereka mulai belajar.
Beberapa jam kemudian, TOOOOTTTT!!!!! TOOOOOTTT!!!!!! Bel jam istirahat berbunyi.
"Buruan Ta samperin tuh si Reno!" Ucap Anya.
"Iya Nya gue ke taman dulu ya!"
Cinta pun bergegas menuju ke taman.
"La, kita samperin Cinta yuk!"
"Kalo lo ngejamin Cinta gak marah gue mau deh!!"
Akhirnya Lola dan Anya bergegas pergi mengikuti Cinta.
Setiba di taman. "Ada apa Ren lo nyuruh gue kesini?"
"Hai Ta! Duduk dulu donk Ta...Ini buat lo..Kemaren lo ultah kan? Sorry ya gue baru ngasih sekarang!Kemaren gue gak masuk."
"Apaan ini Ren? Thanks ya!"
Gak jauh dari lokasi Cinta dan Reno.Sam tidak sengaja melihat mereka.
"Ternyata Cinta dan Reno udah jadian. Telat donk gue! Yah walaupun Cinta ama gue, dia ga bakalan bahaiga...Tapi kalo gue gak terus terang sama Cinta, gue bakalan menyesal seumur hidup gue!" Lalu Sam pergi menuju ke kelas.
"Nya lo liat ga tuh...kayanya itu Sam deh!"
"Iya La ngapain tuh si Sam??"
"Ga tau Nya, kayanya dia kecewa banget tadi!"
"Kita samperin Sam yuk La! Kita interogasi dia!"
"Lo yakin Nya? Ayo deh!!"
Setiba di kelas Sam.
"Sam! Sini!"
"Anya, Lola, ada apaan nih? Tumben kalian ke kelas gue?"
"Sam tadi lo ke taman kan? Hayoo ngapain lo mata-matain Cinta?"
"Tau darimana lo?"
"Aduh Sam gue ma Lola lagi ngintip Cinta. Trus kita liat elo deh pergi gitu aja kaya yang kecewa banget!"
"Gue...gue....Ah nggak ko gue kebetulan lewat aja! Reno ama Cinta udah jadian ya?"
"Ngapain lo nanya gitu? Lo jeles yaa!!!Ngaku aja deh!!!" desak Lola.
"Gue mau terus terang asal lo bedua jangan bilang-bilang Cinta ya! Gimana?"
"Wah kayanya seru tuh! Iya deh!!Gue setuju!"
"Bener La apa kata lo, gue emang jeles ama Cinta. Gue suka ma Cinta Nya!"
"What???" Lola dan Anya kaget.
"Gue suka ma Cinta sejak pertama kali ketemu dia. Gue suka penampilan Cinta yang sederhana 'n ga neko-neko. Gue juga suka sifat ramah dia. Tapi gue gak berani nyatain, gue takut Cinta nolak gue. Kalopun Cinta nerima gue, gue takut dia bakalan kecewa. Jadi mungkin lebih baik gue pendem aja."
"Jangan Sam!! Lo tau gak sebenernya Cinta suka juga lho ama lo!"
"Serius lo Nya?"
"Eh bentar Sam, tadi lo bilang kalopun Cinta nerima lo, lo takut ngecewain dia? Maksudnya apa tuh?"
"Iya bener gue juga gak ngerti maksud lo ngomong gitu kenapa?"
"Kalo yang itu gue gak bisa ngasih tau lo bedua."
"Ko gitu Sam?"
Tiba-tiba.... "Woi ngapain lo bertiga ngerumpi disini?"
"Cinta??" Sam terkejut takut kalo Cinta mendengar pembicaraan mereka.
"Lagi pada ngomongin apaan sih?" tanya Cinta.
"Nya, La, ke kelas yuk! Gue mau cerita nih! Gue seneng banget!"
"I...i....iya Ta!"
"Kita ke kelas dulu ya Sam." ucap Lola.
Mereka pun pergi meninggalkan Sam.
"Sam ngapain lo disini? Masuk yuk! Muka lo pucet banget!" ajak Hamka.
BRUKKK!!! Sam terjatuh pingsan. Semua orang di sekitar Sam panik.
Sementara Cinta dan kawan-kawan sedak asyik bercerita di dalam kelas.
"Nya liat deh Reno ngasih gue I-Pod!! Seneng banget gue...Trus tadi Reno nembak gue lagi!!!"
"Nembak lo? Trus lo terima?" tanya Anya.
"Kan lo yang bilang daripada nunggu orang yang belum pasti mendingan jalanin aja dulu yang ada. Dari situ gue mikir mungkin seiring jalannya gue ma Reno, gue bisa perlahan ngelupain Sam. Iya nggak?"
"Ta lo bakalan nyesel banget jadian sama Reno! Soalnya....."
Anya memeberi isyarat yang artinya 'diam' alias jangan bilang-bilang yg td Sam bilang pada mereka.
"Kenapa La?"
"Eh maksud gue Sam yang bakalan nyesel karna gak miliki cewek secantik lo Ta!"
"Iya Ta bener...lagian lo berhak donk menentukan pilihan.."
Jam sekolah pun telah berakhir. Setiba di rumah.
"Sam...maafin gue yaa!! Elo sih gak nembak gue! Gue kan gak mau nungguin elo ampe bulukan!!"
Tiba-tiba...."Cintaaa!!!! Ada temenmu tuh di luar...Kamu temuin yaa!!" Mama Cinta berteriak.
"Siapa Mah??? Ihh siapa sih malem-malem gini!" Cinta bergegas keluar.
"Sam??? Ngapain lo malem-malem kesini? Muka lo pucet banget Sam...masuk yuk!"
"Ngga Ta, disini aja! Maafin gue ya Ta! Gue telat nyatain perasaan gue sama lo! Gue suka ama lo Ta...Udah lama gue nyimpan perasaan ini sama lo...sampe gue ga ada kesempatan lagi."
"Maksud lo apa Sam? Jadi selama ini lo suka ama gue Sam? Kenapa lo gak bilang aja Sam!! Sekarang lo udah telat Sam! Gue ma Reno udah jdian!"
"Gue tau Ta! Seengganya gue bisa liat lo bahagia sekarang! Maafin gue ya Ta!"
"Cinta ada telepon dari Anya kayanya dia lagi sedih banget tuh...kaya yang lagi nangis.." ucap Mama Cinta.
"Sam bentar ya gue angkat telepon dulu! Lo masuk aja dulu! Tunggu di dalem! Dingin di luar!" Cinta pergi meninggalkan Sam.
"Cinta ngomong ama siapa ya? Di luar ga ada siapa-siapa tuh!! Apa temennya tadi udah pulang???Aneh???" Mama Cinta segera masuk dan menutup pintu.
"Ta...Samuel Taa....." Anya menangis tersedu-sedu.
"Kenapa Nya?? Sam ada di rumah gue..."
"Di rumah lo Ta? Gak mungkin Ta!!! Sam udah meninggal...Gue, Lola, Hamka, sama keluarga Sam ada di RS sekarang. Ternyata Sam Sakit leukimia Ta!!!"
"Apa??? Lo becanda kan Nya??? Saaaaaaaaaammmmm!!!!!!!" Cinta pergi menuju ke luar rumah.
"Saaaammmm dimana lo?? Lo lagi ngerjain gue kan Sam?? Jawab Sam!!!!"
Cinta menangis seperti menyesal.
Keesokan harinya di pemakaman umum.
"Sam...lo jahat Sam!! Kenapa lo ninggalin gue??? Gue gak butuh apapun Sam!! Gue cuma butuh lo..Gue sayang banget ama lo Sam! Please jangan tinggalin gue Sam!!!"
Beberapa minggu kemudian....

Dear Sam,
Sam... gue kangen banget sama lo!! Gue nyesel banget Sam... Gue kehilangan lo banget. Gue belum bisa terima semua ini Sam...
Tapi gue harus terima... Gue harus ikhlas kehilangan lo.... Please Tuhan kembaliin Sam... Aku gak butuh kado mahal dan mewah... Aku cuma mau Sam ada di samping ku... Karna cuma dia kado terindah dalam hidup ku... Saaaaaaaaammmmmmmmmmmm!!!!!!!

Jumat, 18 Mei 2012

Di Bawah Jembatan Tol


Saat itu waktu menunjukan pukul 12:30 WIB. Hujan mengguyur daerah kota Bandung. Sesampai di pertigaan aku turun dari angkot dan berteduh di bawah jembatan. Orang-orang yang tidak membawa payun/jas hujan pun ikut berteduh di sana.
Tidak jauh dari tempatku, aku melihat ada seorang pria. Usianya mungkin tidak jauh dari usiaku. Tidak lama kemudian dia menghampiriku, "Maaf, jam berapa sekarang?" tanya pria itu sambil melihat kearah jam tangan yang ku pakai.
"Jam 12:30..." jawabku.
"Makasih!" sambung ia sambil tersenyum. Pria yang bertanya padaku tadi langsung menyebrang dan berlari, terlihat seperti terburu-buru.
Saat hujan mulai reda aku mulai melangkah menuju rumah temanku yang hari ini tidak masuk sekolah.
Sesampai disana.....
"Permisi Bu, Santi nya ada?"
"Oh ada. Santi sedang sakit. Kamu teman sekelas nya Santi ya?"
"Iya Bu, saya teman sebangkunya."
"Mari masuk Santi baru saja tertidur setelah minum obat."
"Gak usah Bu, saya cuma sebentar! Saya cuma mau memberikan fotocopy catatan materi hari ini."
"Makasih ya..."
"Sama-sama, mari Bu..Assalamu'alaikum..."
"Walaikumsalam...hati-hati nak di jalan!"
Keesokan harinya
"Tha!!" teriak Santi
"Hai San kamu udah sembuh? Syukurlah!"
"Kemarin kamu datang ke rumah ya Tha?"
"Iya San tapi km lagi tidur, aku ga berani bangunin, hehe.."
"Makasih ya foto copy an nya...U're my bestfriend!
"Sama-sama....Eh San tau ga kemaren ada cwok lucu di bawah jembatan dekat rumah kamu, tau ga dia nyamperin aku trus nanyain jam pula ma aku. Pake jaket item, pokoknya 'cool' abis deh! Aku sering ke rumah kamu tp aku ga pernah liat dia sebelumnya."
"Mungkin dia penguni baru kali di daerah tempat ku tinggal."
Jam pelajaran pun di mulai. Aku senag sekali ada Santi disebelahku. Aku gak terlalu kesepian seperti kemaren.
Beberapa jam kemudian...
"Tha maaf ya kayaknya kita ga bisa pulang bareng nih! Aku di jemput kakak."
"Nyantai aja San, aku bisa pulang sendiri.."
"Ithaaa!! Tungguuuu!!!" teriak Gina memanggilku sambil berlari
"Ada apa Gin?"
"Anter aku yuk ke toko baju, cuma bentar kok...belia seragam putih tangan panjang aja!"
"Kebetulan nih si Itha jd ada temen pulang." sambung Santi
"Iya deh tapi jangan lama-lama yaa..."
"Sip!"
Saat dalam perjalanan menuju toko baju, aku dan Gina bertemu dengan kakaknya yang baru pulang sekolah juga, dia mengajak Gina pulang bareng.
"Cape deh...sendiri lagi!!Huf!!"
Tiba-tiba terdengar teriak seorang pria memanggil namaku...Ternyata itu cowok yang kemaren di bawah jembatan tol. Kami berkenalan, namanya Romy dia mengajakku untuk pulang bareng, iiiiihhhh senengnya....
"Kok dari kemarin kamu pulang sendirian Tha? Teman yang biasa pulang bareng kamu mana?"
"Santi maksud kamu? Dia dijemput kakajnya, kalo kemarin di ga masuk skul karna sakit. Kok kamu tau aku suka pulang bareng Santi?"
"Aku sering merhatiin kamu semenjak aku pindah ke skul kamu! Mulai dari di hukum di lapangan basket, pentas seni, sampai kamu nongkrong-nongkrong di pinggir lapangan sambil ngeliatin cwok-cwok yang lagi futsal."
"Jadi kamu anak baru di skul kita? Kok aku baru tau ya? Biasanya tiap ada murid baru yang masuk pasti aku tau. Lagian kenapa kamu merhatiin aku ga ada kerjaan!!"
"Kamu lucu Tha!"
Oh My God....ternyata cowok cool ini suka merhatiin aku...hihihi...jd geER nih! Sepanjang perjalanan kami asik mengobrol, saling mengenal. Dia mengantarku pulang sampai ke rumahku.