Jumat, 08 Juni 2012

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SEKOLAH : SMA NEGERI 2 KENDARI
MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia
KELAS : X
SEMESTER : 1

A. STANDAR KOMPETENSI :
Berbicara :
2. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita

B. KOMPETENSI DASAR :
2.2 Mendiskusikan  masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku) 

C. MATERI PEMBELAJARAN :
Teks berita, artikel, buku  yang berisi informasi aktual (misalnya, AIDS/HIV, SARS, bencana alam)
1. penentuan masalah dalam berita
2. daftar kata sulit dan maknanya

D. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
NoIndikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan Karakter Bangsa   Kewirausahaan/Ekonomi Kreatif
1.Mencatat masalah dari berbagai sumber
  • bersahabat/komunikatif
  •  tanggung jawab
  • kepemimpinan
2.menanggapi masalah dalam berita, artikel, dan Buku
3.
mengajukan saran dan pemecahan terhadap masalah yang disampaikan

4.
mendaftar kata-kata sulit dalam bacaan
5.
membahas maknanya


E. TUJUAN PEMBELAJARAN :
Siswa dapat :
1) Mencatat masalah dari berbagai sumber
2) Menanggapi masalah dalam berita, artikel, dan buku
3) Mengajukan saran dan pemecahan terhadap masalah yang disampaikan
4) Mendaftar kata-kata sulit dalam teks bacaan
5) membahas maknanya

F. METODE PEMBELAJARAN :
• Penugasan
• Diskusi
• Tanya Jawab
• Ceramah
• Demonstrasi

G. Strategi Pembelajaran


Tatap MukaTerstruktur Mandiri
  • mengamati teks berita, artikel, buku yang berisi informasi aktual
  • Mencari dan Mengumpulkan Data (misalnya AIDS/HIV, SARS Bencana Alam)
  • siswa dapat mencatat masalah dari berbagai sumber
  • menuliskan kata sulit dalam bacaan
  • mendaftar kata-kata sulit dalam bacaan
  • siswa dapat membahas maknanya

H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :


No.Kegiatan Belajar Nilai budaya dan karakter bangsa
1.Kegiatan Awal :
 - Guru menjelaskan Tujuan Pembelajaran hari ini.
 - Guru mendeskripsikan berbagai pengalaman.
Bersahabat/ komunikatif
2.Kegiatan Inti :
   Eksplorasi
  • Dalam kegiatan eksplorasi : 
  •  Secara bergiliran siswa mencari artikel, atau buku yang berhubungan dengan lingkungan daerah masing-masing (misalnya, Folio, SARS, atau bencana alam yang terkait dengan daerah setempat)
  •  Membaca berita, artikel atau buku. 
  •  Mengidentifikasi masalah dalam artikel 
 Elaborasi
  • Dalam kegiatan elaborasi, 
  •  Mendiskusikan masalah ,Melaporkan hasil diskusi, Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi,
  •  Siswa:  Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.
Tanggung jawab
3.Kegiatan Akhir :
 - Refleksi
- Guru menyimpulkan pembelajaran hari ini
Bersahabat/ komunikatif

I. ALOKASI WAKTU :
4  x 40 menit

J. SUMBER BELAJAR/ALAT/BAHAN :
• Buku cerita lucu/ kaset cerita
• Pengalaman langsung
• Bukupendamping :Syamsuddin A.R. Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia Kelas X. Surakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2006.

K. PENILAIAN :
Jenis Tagihan:
  •  Tugas individu
  •  Ulangan
Bentuk Instrumen:
  •  Uraian bebas
  •  Pilihan ganda
  • Jawaban singkat

Mengetahui, 2011
Kepala Sekolah                                                                                           Guru Mata Pelajaran

NIP.                                                                                                             NIP.

SYAIR DALAM KEHIDUPAN DARI AYAHKU


Cerpen Rudi Al-Farisi

Seiring waktu, Diumurnya yang hampir masuk 25 tahun, langkah kehidupan Aldo perlahan berubah, hari hari yang ia lalui terasa amat pahit. Dulu hidupnya serba ada, mau apa tinggal beli, kepingin ini itu tinggal minta uang sama ibunya. Maklum saja, Aldo anak semata wayang. Sekarang, roda kehidupannya berubah drastis, terbalik diputar tingkah laku ayahnya yang melakukan sabotase proyek.

Dulunya, ayah Aldo adalah seorang yang sangat tegas. Dengan memegang prinsip islami, hidup mereka dipenuhi suasana agamis. Tetapi semenjak perusahaan milik ayahnya dipercayakan menangani proyek besar tahun itu. Iman ayahnya mulai goyah. Ayah Aldo sering kali menyabotase urusan proyek demi meraup keuntungan lebih. Dan naas, akhirnya ketahuan.

Semenjak ayah Aldo di penjara, perusahaan mereka pun ikut bangkrut. Ironisnya Aldo tidak pernah sekali pun menjenguk ayahnya dipenjara. Aldo belum bisa menerima kenyataan. Semua cerita kejadian ini ia dengar dari ibunya, karena dari kecil, ia tidak mau tahu dari mana datangnya semua kemewahan itu. Dan yang ia dengar dari ibunya, ayahnya dihukum enam bulan penjara. Semenjak itulah Aldo yang menjadi tulang punggung keluarga.

Singkat cerita, Mulai saat itu, Aldo dan ibunya saling bahu membahu dalam memenuhi kebutuhan hidup. sebab, harta mereka semuanya ludes disita dan mereka terpaksa pindah kerumah sewa yang kecil dan sangat sederhana. Aldo bekerja semrautan. Ibunya terpaksa bekerja jadi pembantu dirumah teman ayahnya. Dan demi membiayai skripsi kuliahnya. Aldo terpaksa harus bekerja tambahan di kafe temannya.

Hari demi hari pun berlalu, kuliahnya pun telah selesai. Dan Sifat manja Aldo pun perlahan mulai berubah.

Suatu ketika, Saat itu Aldo baru pulang kerja dari kafe.  Ia lihat jam ditangannya, sudah jam sepuluh malam, “ibu kok belum pulang ya.” suara batinnya.

Tiba-tiba. “Tok.tok..tok..“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalam..” jawab Aldo.

Ia lihat, ternyata ibunya. Ibunya pun tersenyum, tapi senyum manis ibunya itu, tidak bisa menghilangkan guratan kelelahan yang tampak di wajahnya.
“Bu.. Aldo mau ngomong, tapi biar Aldo buatkan teh hangat dulu ya..
“Mau bicarakan apa Do, kok kayaknya penting banget..” jawab ibunya santai.
“Bigini bu, Aldo kan sudah lulus kuliah. Rencananya besok Aldo mau cari kerja tambahan. Agar ibu tidak usah lagi bekerja jadi pembantu. Biar Aldo saja yang kerja. ibu istirahat aja dirumah ya..” jelas ku pada ibu.

Ia tatap wajah ibunya. Ada guratan haru yang tampak dari kedua mata ibunya yang berkaca-kaca.
“Alhamdulillah… ternyata anak ibu sudah berubah. Tapi Aldo mau kerja apa.?
“Terserahlah bu.. apa yang diberikan Allah nantinya. Yang penting kita usaha dulu.. Soalnya, Aldo tidak tahan melihat ibu pagi-pagi buta sudah pergi dan malamnya baru pulang.. jawabnya.

Ia lihat mata ibunya. Ternyata air mata ibunya tak terbendung lagi. Tiba-tiba ibunya memeluk Aldo..
“Do… kalau ayahmu tahu, ia pasti bangga denganmu..”
“Sudahlah bu… Aldo kan udah besar. Biar Aldo yang gantikan tugas ayah.”

Ibunya menatap dalam wajah anaknya itu. Tangannya yang lembut memegang kedua pipi Aldo dengan hanyut terbawa haru.

Keesokan harinya. Dia berangkat dengan restu ibunya. Ia langkahkan kedua kakinya dengan semangat. Saat jumpa suatu perusahaan. Ia langsung masuki dan mencoba melamar kerja. Tapi gayung belum bersambut. Ia ditolak. Dan begitu juga selanjutnya. Ia terus mencoba tapi tetap dengan jawaban yang sama.

Tak terasa, hari pun berganti semakin terik. Keringat ditubuhnya hampir-hampir membasahi pakaiannya. Saat ia duduk dihalte bis untuk istirahat sejenak, terdengar dari kejauhan suara azan zhuhur berkumandang ditengah hiruk pikuk kota.

Akhirnya ia putuskan untuk menghadap sang ilahi dahulu sebelum melanjutkan usahanya lagi. Usai sholat, ia bersimpuh dan bermunajat kepada sang Ilahi. Lalu ia kembali menyusuri satu persatu perusahaan yang ada. Tapi tetap dengan jawaban yang sama pula yakni tidak menerima lowongan.
“Rasanya sudah dua belas perusahaan yang aku masuki, tapi tak ada satu pun yang menerima lowongan. “Ya. Rabb.. Bantu aku ya rabb…” rintih batinnya.

Saat melintasi gedung bertingkat yang lebih dari sepuluh lantai. Ia melihat tulisan “Kencana Group” Sebenarnya ia sudah hampir menyerah, dan berniat hendak pulang kerumah. Tetapi batinnya menolak. Dan akhirnya ia putuskan untuk mencoba memasuki gedung itu dan melamar.
“Permisi Mbak… mau nanya, ruang personalianya dimana ya… tanya Aldo kepada gadis yang sibuk bersih-bersihkan kaca gedung itu.

Saat gadis itu membalikkan tubuhnya dan menatap kepada Aldo. Tiba-tiba hati Aldo bergetar dan matanya pun tak berkedip memandangnya. “Sungguh mempesona..” Desah batinnya.
“Oh maaf.. mas masuk aja… Ntar tanya aja ke resepsionisnya.. Maaf ya mas, saya lagi sibuk.
“Oh tak apa.. makasih ya..” jawabnya dengan hati berbunga. “Sungguh halus budinya.” Desah batinnya lagi.

Sambil masih menatap gadis itu. Aldo pun masuk. Sesampainya di resepsionis. ia kembali teringat dengan gadis yang didepan tadi. Jiwanya hanyut dibawa aroma pandangan pertama.
“Maaf mas, ada yang bisa kami bantu.” tanya petugas membuyarkan lamunannya.
“Oh Maaf pak.. begini pak, saya mau ngajukan lamaran kerja pak.. apakah masih ada lowongan pak.. tanyanya sambil menyodorkan map yang ia pegang.”
“Oh maaf mas… disini lagi tidak menerima lowongan. Maaf mas ya…”
“Tapi pak… kerja apa saja saya mau kok pak..”
“Iya mas… tapi disini semuanya lagi penuh.. maaf ya mas..”
“Iyalah... terima kasih pak.. permisi..” jawabnya kecewa.

Hatinya kembali hancur.. dadanya pun sudah berulang kali sesak menahan sabar satu hari itu. rasanya ia ingin pulang saja, ingin rasanya ia curhat pada ibunya. saat ia hendak melangkahkan kaki keluar. Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya.
“Mas..mas..” Rupanya bapak yang tadi. Bapak itu mengatakan aku bisa bekerja di perusahaan itu. tapi hanya bisa menjadi petugas cleaning servis. Karena ada satu orang petugas cleaning servis yang mengundurkan diri hari itu, katanya.
“Bagaimana mas… mau..?” tanya bapak itu.
“Iyalah.. saya mau.. yang penting halal pak..”

Aku pun bergegas pulang. Aku langsung cerita pada ibu. Saat kubilang jadi cleaning servis, mata ibu agak berkaca-kaca.

Tiba-tiba ibunya bertanya. Dan ada guratan kegelisahan yang tampak dari wajah ibunya itu.
“Dimana Aldo akan kerja nak…?
“Di perusahaan Kencana Group bu..” Jawabnya.
“Kencana Group…? ucap ibunya heran.
“Iya bu.. yang dijalan Yos Sudarso itu bu..

Sepertinya ada hal yang dirahasiakan ibunya. wajah ibunya langsung terlihat bingung. Sikap ibunya pun agak salah tingkah.
“Kenapa bu..” tanya Aldo.
“Oh.. tak apa Do.. tak ada apa-apa kok.” Baguslah.. Jawab ibunya terbata-bata..

Singkat cerita, Aldo pun bekerja menjadi cleaning servis. Ia lalui hari demi hari dengan sangat sibuk. Dari pagi hingga sore ia kerja jadi cleaning servis dan bila badannya fit, malamnya ia kerja dikafe temannya untuk cari tambahan.

Ditempat kerja, akhirnya ia bisa kenalan dengan gadis yang memikat hatinya saat melamar dulu. Karena satu profesi, ia pun saling dekat dan mengenal akrab dengannya. Nama gadis itu Dina. Lama kelamaan, rasa cinta dihatinya semakin tumbuh bersemi,  tetapi rasa itu ia pendam dulu untuk sementara. Karena ia rasa, ia belum mampu untuk berhubungan dengan wanita dengan kondisi pekerjaan seperti itu.

Suatu ketika, saat sedang asyik mengepel keramik di depan resepsionis, ia dikejutkan dengan kehadiran sosok wanita setengah baya. Yang baru masuk dari pintu kaca kantor.

Ia melihat ibunya, tapi ia heran dengan dandanan ibunya. Ibunya terlihat rapi. Sama seperti gaya ibunya saat hidup mereka jaya dulu. Wajah ibunya pun semakin terlihat cantik dengan gaun seperti itu. Ia bingung, ada hal apa ibunya datang ketempat kerjanya dengan dandanan seperti itu.

Saat berpapasan wajah. Ibunya berhenti dan terlihat gugup. Tapi tingkahnya tetap tenang. Kami berdua berdiri agak lama dan saling menatap.
“Ibu…?” Ibu kan..” sapanya heran.

Tiba-tiba pengawas kantor datang memarahinya dan menyuruh Aldo tidak berlaku lancang. Dan memerintahkan Aldo untuk melanjutkan pekerjaannya.
“Maaf bu… ini petugas baru.. ia belum kenal.” jelas pengawas pada ibunya.
“Pak.. bapak kenal dengan ibu saya..? tanyanya bingung.
“Tak apa pak.. biarkan kami berdua.” Jawab ibunya.

Aldo bingung. kok bisa pengawas kenal dengan ibunya. Sepertinya ada hal yang ia tak mengerti. Ada sesuatu yang jauh dari jangkauan pikirannya.

Belum ada kata yang keluar bibir ibunya. Tiba-tiba ibunya mengambil hp dari tas cantiknya. Dan menelpon dengan seseorang. Ia bertambah bingung melihat ibunya mempunyai hp.
“Yah..! Ibu di bawah.. Ibu lagi sama Aldo nih. Kita selesaikan saja ya pa..” ucap ibunya di ponsel.

Kepala Aldo menggunung dengan kebingungan.
“Ayah…? dan apa yang diselesaikan..?“ suara bingung hatinya.

Aldo bertambah kaget melihat semua karyawan berkumpul dan menatap sosok lelaki setengah baya yang baru keluar dari lift.
“Ayaaaah……?” Aldo kaget.
“Ia anakku.. ini ayah.” sambut ayahnya.
“Loh kok..” suara Aldo terhenti saat ayahnya memeluk dengan haru.
“Aldo anakku.. Ayah rindu padamu. Maafkan ayah ya… Ayah dan ibu terpaksa melakukan semua rekayasa ini.” Ini semua demi masa depanmu. Dan demi masa depan perusahaan ini, juga demi masa depan semua karyawan yang ada disini.” Jelas ayahnya tenang.

Ia coba menebak apa yang terjadi. Ia lepaskan pelukan ayahnya dan ditatapnya wajah ayah dan ibunya. Ibunya hanya mengangguk dan tersenyum bangga. Ia lihat semua mata yang ada disitu tertuju pada mereka. Termasuk Dina gadis pujaan hatinya.
“Ada apa ini yah… bu..? tanyanya heran bercampur haru.
“Nanti ayah jelaskan semuanya. Yang jelas ayah lihat, Aldo sekarang sudah jauh berbeda dengan Aldo yang dulu. Ayah bangga padamu. Kamulah satu-satunya harapan ayah untuk meneruskan perusahaan ini. Dan inilah cara ayah dan ibu untuk menciptakan rasa tanggung jawabmu dan juga merubah sifat manjamu.” Jelas ayahnya sambil memeluk Aldo kembali dengan erat.

Akhirnya Aldo pun mengerti dengan semua ini. Yang ia rasakan saat itu cuma perasaan bahagia yang meluap. Ia pun bergegas bersujud syukur pada sang ilahi… ALLAHU AKBAR….


CINTA LAKI-LAKI BIASA


Cerpen Asma Nadia  
Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?
Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
***

Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.

Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu! Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar! Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang. Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.

Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..

Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya? Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.
Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.
Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.
Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset.
Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.
Dokter?
Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.
Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?

Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
Pendarahan hebat!
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.

Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
Nania, bangun, Cinta?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,
Nania, bangun, Cinta?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.

Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.

Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.

Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.
Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!
Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.
Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.

Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat.

KETIKA TAKDIR MENGUJI CINTA


Cerpen Rudi Al-Farisi
DUBRAK…” banting pintu kamar kost nya.
Hari yang melelahkan..” getar bibirnya pelan.

Sejurus ia langsung nyalakan AC kamarnya. ia campakkan tas kerjanya, ia rebahkan badannya..Wusss… angin sejuk langsung menampar tubuhnya. Ia lihat jam di dinding, masih jam empat, masih ada satu jam lagi. Ucapnya pelan.

Ia baringkan badannya dikasur, ia hendak istirahat sejenak sebelum berangkat kuliah, rencana hatinya. Karena baginya waktu sangat bermanfaat dalam hidupnya, aktivitasnya cukup sibuk, pagi ia bekerja, sore hari ia kuliah. Ia bekerja di sebuah perusahaan cukup besar di kota dumai itu, penghasilannya lebih dari cukup, maka dari itu, untuk sekolah adiknya, ia yang mengambil alih.
            Ti dit…ti dit…
            Tidurnya terganggu dengan dering HP nya.
Ada sms masuk, ucap batinnya. Ia baca’”
        
   Ass.. mas Irul.. sebelumnya aku
   Mohon maaf beribu maaf mas..
            Dalam keputus asaanku. Aku ingin
            Mengabarkan bahwa aku akan
            Menikah esok hari.
            Allah mentakdirkan lain.
            Doakan aku ya mas…

 Spontan ia kaget, ia bingung, ada apa yang terjadi dengan Luna. Tanya batinnya. Luna adalah pacarnya, cinta yang ia jalin hampir tiga tahun itu, tiba tiba hancur berkeping keping, tak tahu apa penyebabnya, padahal baru bulan kemaren ia mengunjungi Luna dan keluarganya. Semua berjalan lancar penuh dengan canda tawa.

Ia coba telpon, tenyata tidak aktif. Ia coba kembali, tetap masih nada yang sama. Ia bangkit dari kasurnya, semula jadwalnya hari itu hendak kuliah, sementara waktu ia batalkan dulu.

Hatinya masih risau dan bingung, sekejap mata ia langsung tancap gas menuju rumahnya Luna, dengan mengendarai sepeda motornya, ia melaju membelah jalan       dengan hatinya bertanya Tanya.

Ya Rabb… apa yang terjadi ya rabbi. Rintih hatinya bingung.
Di jalan, ia melaju dengan kecepatan tinggi, ia ingin tahu segera, gerangan apa yang terjadi dengan pacarnya. Baru bulan yang lalu ia merencanakan bersama keluarganya luna untuk melamar Luna setelah kuliahnya selesai, hanya tinggal menunggu skripsinya selesai saja baru ia akan wisud
Setelah sampai didepan rumah Luna, ia langsung memarkirkan sepeda motornya, jarak rumah luna cukup jauh dari tempat kostnya,            Tok…tok…tok… assalamu’alaikum. Sapanya sambil mengetuk pintu. Ia tunggu sejenak, belum ada jawaban, ia ulangi tok..tok..tok…assalamu’alaikum..
            Wa’alaikum salam, pintunya terbuka, ternyata ibunya Luna,
Sore bu.. maaf menggangu.. Lunanya ada bu… sapanya ramah.
            Eh… nak irul, silahkan masuk dulu nak...jawab ibunya luna sambil mempersilahkan masuk. Terima kasih bu…
            Ia tatap wajah ibunya luna, ada kegelisahan dan kesedihan yang mendalam tergambar dari raut wajahnya, mukanya terlihat pucat melihat irul yang datang. Hatinya semakin bingung.
            Luna nya ada bu…? Tanya penasaran..
Ibunya luna diam menunduk sesaat… Lu..luna pergi ke pekan baru bersama ayahnya nak irul. Emang nak irul tidak diberi tahu luna..? jawab ibunya dengan getar bibir terbata bata.
            Justru itu bu.. aku ingin menanyakan perihal apa yang terjadi dengan luna,,? Tiba tiba aku mendapat sms dari luna…? irul menjelaskan maksud kedatangannya.
            Tiba tiba mata ibunya luna berkaca kaca dan menunduk diam sesaat. Ada kepedihan dalam batinnya, suasana ruangan itu menjadi hening, hati irul semakin bingung bercampur gelisah,
            Bu… apa yang terjadi dengan luna bu..? Tanyanya memecah keheningan.
Ma…maafkan kami nak irul.. maafkan kami.. takdir Allah lah yang berkuasa. Jawab ibunya luna dengan terbata.
            Sebenarnya..apa yang terjadi bu..?
            Ba…baiklah.. ibu coba menjelaskan semua, kami telah menerima kuasa takdir Allah, se..sebenarnya yang terjadi adalah bermula saat luna seminar di pekan baru. Dua hari setelah nak irul datang bulan kemaren kesini. Luna minta izin mengikuti seminar itu. Kampusnya luna mengirim utusan dua orang untuk mengikuti seminar itu. Luna salah satunya, seminar IPTEK itu diadakan pemko pekan baru. Ia berangkat bersama Indra teman kampusnya, indra adalah anak ketua yayasan kampusnya luna, seminar itu berlangsung dua hari. Kampusnya luna memberikan fasilitas dua kamar hotel untuk menginap. Tiba tiba suara ibunya luna terhenti dan tangisnya semakin menjadi jadi.
            Dengan perasaan gelisah hati irul menebak nebak apa yang terjadi.
Tenang bu..” sabar bu..
            Tangis ibunya luna diam sesaat, ia coba menerima realita yang ada, lalu ia melanjutkan,
            Sepulangnya luna dari pekan, wajah luna tampak pucat, kami coba menanyakan ada apa dengannya. Ia tak mau cerita, tetapi kami coba merayu dan memaksanya. Dengan hati menjerit dan berlinang air mata, ia menjelaskan,, bahwa ia .. bahwa ia … Dijebak dan DIPERKOSA oleh indra. Tiba tiba tangis ibunya luna kembali meledak, air matanya mengalir deras, Ternyata…. indra telah lama menyukainya. ia mengetahui bahwa luna akan segera dilamar nak irul. Maka itu, dalam kesempatan adanya seminar itu, ia minta kepada

Hati irul pedih, langit seakan runtuh ia rasa. Matanya berkaca kaca, badannya kaku serasa lumpuh, bibirnya

Kami pihak keluarga telah sepakat untuk menikahkan luna dengan indra. Maafkan kami nak irul..maafkan kami….Ibunya luna mengakhiri penjelasannya.

Suasana jadi mencekam, hati irul seakan ingin meledak, wajahnya menunduk, ada yang menetes dari matanya. Ia tidak kuat untuk menahan perasaannya. Ia langsung pamit,,
Ass…assalamu’alaikum bu. Saya pamit, sampaikan salam tegarku buat luna.

Dalam perjalanan pulang bibirnya terus bertasbih, hatinya remuk, matanya terus mengalirkan sesuatu. Pernikahan yang ia rencanakan gagal, wisuda yang ia tunggu tunggu sebagai awal puncak kesuksesan masa depannya, terasa tak bermanfaat lagi. Luna adalah  gadis cantik dan jelita, pujaan hatinya itu telah terbang dibawa seekor elang yang rakus tak bermoral.

Sesampainya dikamar kostnya. Ia menangis sejadi jadinya.. ia meratap kepada tuhannya, ia mohon diberi kekuatan dan ketabahan, ia larut dalam kesedihan, tiba tiba suara adzan maghrib berkumandang ia dengar. Panggilan tuhan merasuk dalam batinnya.

Dengan berlinang air mata ia mencoba tegar menghadapi kuasa Allah itu. Ia wudhu’, ia bentangkan sejadahnya, ia bertakbir.

Usai sholat, ia munajat kepada rabbnya. Ia bertafakkur, ia roboh bersujud dihadapan takdir Allah. Ia utarakan kegundahan hatinya. Ia berharap diberikan cinta diatas cinta.

 Enam bulan telah berlalu, dengan hati yang tegar ia selesaikan kuliahnya. Kini ia akan meraih gelar S1 nya. Namun dari hari kehari bayangan luna masih saja hadir dalam benaknya. Tanpa kabar, tanpa pertemuan, dan tanpa penjelasan terakhir dari bibir luna. setelah hari yang pahit itu. Ia coba menata kembali masa depannya.

Di hari wisudanya itu. Sengaja ia panggil ibunya dari kampung untuk mendampinginya. Senyum ibunya itulah yang membuat ia cukup terhibur menghadapi hari yang ia tunggu tunggu dulu. Hari yang semula ia rencanakan untuk melamar luna. tapi keadaan berubah. Dengan bantuan Allahlah ia sanggup menghadapi semuanya.
Tiba tiba suasana Aula gedung itu bertasbih. Acara wisuda heboh dengan kedatangan sosok bidadari yang anggun jelita. Mata semua lelaki memandang kearahnya. Ia menoleh. Subhanallah…” batin nya bertasbih. Sosok itu adalah luna. wajahnya yang dibalut jubah dan jilbab putih itu seakan membuat ia seperti bidadari yang baru turun dari langit.

Hatinya berdesir, jantungnya berdegup kencang. Sama seperti rasa pertama kali ia berjumpa dengan luna dulu. Alangkah beruntung orang yang menikahinya..” Batinnya mengupat..

Astaghpirullah…ia sudah menikah,, aku haram memikirkannya. getar bibirnya menepis perasaannya,
Ibunya tersenyum melihat perubahan pada anaknya. Apa lagi rul..” kamu udah pantas menikah.. kerjaanmu sudah mapan, sarjana pun sudah ditangan, semua para ibu ibu ingin bermenantukan kamu. Canda ibunya, karena ibunya tidak tahu dengan apa yang terjadi, ia hanya balas dengan senyuman. Tunggu aja bu.. pilihan Allah. Jawabnya.
Ternyata luna menghampirinya .
Assalamu’alaikum..Selamat ya mas… aku datang bersama ibu ingin melihatmu. Sapa luna dengan senyuman malu.
Wa’alaiku salam… terima kasih..ibu mu mana dan ….
Dan.. apa mas…? potong luna. Seakan luna sudah mengetahui maksud nya.. Oh ya.. kedatanganku kali ini hanya untuk menyampaikan maafku saja kok mas…dan menjelaskan apa yang terjadi padaku selama ini. Sekaligus menebus ketidakberdayaanku mas. Lanjut luna dengan wajah menunduk dengan matanya menetes kan sesuatu.
Belum sempat bertanya lagi, irul diajak luna bicara empat mata. Luna hendak menjelaskan sesuatu hal yang penting seperti yang ia tunggu selama ini.
 Baik lah.. kita ke depan mushollah saja.
Dengan air mata yang terus jatuh, luna coba menenangkan diri.
Ia menjelaskan apa yang terjadi selama ini.

Mungkin mas… telah diberi tahu ibu kejadian yang menimpaku. Tetapi semua itu berubah, ternyata takdir Allah berubah lagi. aku terus berdo’a kepada Allah, agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup.

Umur pernikahanku dengan lelaki itu hanya bertahan satu minggu, setelah acara pesta pernikahan kami di pekan baru usai, tanpa melalui malam pertama ia lebih memilih merayakan pesta kemenangannya bersama teman temannya, pada malam itu ia bersama komplotannya merayakan pesta narkoba, dan naas, malam itu juga ia over dosis dan dibawa kerumah sakit, 1 minggu ia koma tak sadarkan diri, lalu ia tewas, aku hanya melihat proses kuasa Allah itu dengan bersyukur, Allah maha tahu penderitaan hambanya. Maka dari itu mas… Allah sedang menguji diriku.. statusku sekarang janda mas.. jelas luna panjang lebar dengan hati tegar.
Jadi ..? Ucap irul ceplos sambil melihat kondisi Luna.

Oh ya… aku sekali lagi bersyukur kepada Allah, Setelah seminggu kematian brengsek itu, aku memeriksakan diri ke dokter. Ternyata kesucianku masih utuh. Brengsek itu hanya menjebakku agar ia punya alasan untuk menikahiku. Begitu lah kisah hidupku mas… Allah masih menyayangiku..

Mendengar semua penjelasan itu, hati irul berdesir, setetes embun masuk ke dalam batinnya. Ternyata ujian Allah telah berakhir. Ia bertakbir dalam hati. Ia hendak langsung melamar luna hari itu juga.

DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/11/cerpen-cinta-ketika-takdir-menguji.html#ixzz1xCnKO44w


Kisah Sebuah Pernikahan


Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya

saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan

justru rasa haru biru. Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada

satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu.

Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.

Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama

'buntelan karung hitam' itu ....?!?"

Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon

istriku disebut 'buntelan karung hitam'.

"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam,

gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih

tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.

"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan

Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa

menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung

mendengar ucapanku.

"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu.

baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan

seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan

itu ke rumah ini !!"

DEGG !!!!

"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran

Ismail membuyarkan lamunanku.

Segera kuucapkan istighfar dalam hati.

"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi

Ismail memberi semangat padaku.

"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas

kawin seperangkat alat sholat tunai !" Alhamdulillah lancar juga aku

mengucapkan aqad nikah.

"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien.

Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."

Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.

Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah

sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati

kuberanikan diri untuk menyapanya.

"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan

De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan

dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam

pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an

tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui. "Nanti saja

dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang

berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat

dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku

suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.

Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak

menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya.

Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.

"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti

ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal

beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak

untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam

malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya.

Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam

Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," ...

Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian

bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak

menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang

banyak."

(QS An-Nisa:19)

Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata

itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita

yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama

besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.

"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan

kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan

menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."

Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam

dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih

menyisakan segumpal ragu.

"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya

siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.

"Tidak...De'.

Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah.

Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika

seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil

menggenggam erat tangannya.

Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait

do'a kubentangkan pada Nya.

"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan

cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang

cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini

akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu.

Karera itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"

Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap

raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku

benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah

sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.

Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum

sunnah Rasul Nya. "...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah

tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka

mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya

pada Allah ..." (QS. al-Baqarah:165)

=========================================

Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini

hina maka muliakanlah aku

dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih
Posted by gdz at 11:37 PM

Jumat, 01 Juni 2012

Bidadari Surga

Dalam suatu rumah di sebuah perkomplekkan, terdapat sebuah rumah yang sangat megah dan mewah. Tak lain itu adalah rumah milik Pak Suryo. Ia merupakan seorang direktur dari salah satu perusahaan terkenal di Jakarta. Dan perusahaannyapun sudah dapat berpengaruh dalam perekonomiaan nasional. Pak Suryo memiliki seorang anak satu-satunya yaitu Silvi. Tentunya putrid yang satu ini selalu dimanja oleh anaknya. Maklum, ibunya sudah meninggal dunia. Berbagai kemauan Silvi selalu di turuti oleh ayahnya. Bahkan pembantunyapun sangat banyak.


Putri Pak Suryo yang bersekolah dalam masa SMA ini sangatlah manja dan sombong. Padahal Tuhan telah memberikan kecantikan kepadanya yang luar biasa. Bahkan seluruh pria yang ada disekolahnya terpukau dan terpesona melihat keindahan yang dimiliki oleh Silvi. Tapi sayang beribu sayang, dengan kesombongan Silvi disekolahnya, bahkan sampai sering menghina teman-teman yang tidak sedrajat dengannya membuat Silvi dimata orang lain berkepribadian sangat buruk. Seorang lelaki bernama Ricky adalah kekasih dari Silvi, ia adalah seorang lelaki yang tampan dan tajir.


Tapi bagi Fathir, seorang siswa kelas sebelas jurusan IPS Silvi adalah seorang wanita yang sangat ia idam-idamkan walaupun mustahil bagi dirinya untuk mendapatkan Silvi. Berbagai cara Fathir lakukan untuk mendapatkan Silvi, sampai-sampai ia pernah dihajar habis-habisan oleh Ricky dan teman-temannya. Suatu saat Silvi mendapatkan Ricky yang sedang berduaan dengan seorang wanita disekolah itu. Silvi sangat marah dan sakit hati karena itu, sambil ia menampar wajah Ricky dan menyudahi hubungannya. Sejak kejadiaan itu, Silvi tidak keluar kamar selama berhari-hari karena patah hati.


Akhirnya disinilah Fathir muncul, ia mendekati Silvi dan berbincang padanya jika bukan karena patah hati itu adalah kiamat bagi kita. Padahal dulu Fathir pernah disiram oleh air bakso dikantin oleh Silvi semasa dia menyatakan cinta kepadanya. Silvi menjadi penyendiri dan hancur. Apalagi selagi perusahaan ayahnya bangkrut total. Ia dan ayahnya tinggal di suatu kontrakan kecil di perkotaan. Silvi tidak mudah menerima ini semua. Ia sering marah-marah kepada ayahnya dan merekapun sering bertengkar.


Setiap hari Fathir selalu datang menemui Silvi untuk menemaninya dan terkadang memberikan ia makanan untuknya dan ayahanya. Disana Silvi menangis dan tertegun melihat kebaikan Fathir yang walau dalam keadaan apapun ia selalu setia padanya, bukan karena harta , da selalu memberikan nasihat padanya. Jika harta, kedudukan, kecantikan itu adalah titipan Tuhan yang harus kita syukuri dan terkadanga kita harus memberikan sebagian kebahagiaan itu kepada orang lain untuk memperindah hidup. Saat itulah Silvi menerima cinta yang sudah lama terpendam, dan sadar akan semuanya.


Ia menjadi berubah sangat drastis, menjadi pribadi yang baik dan selalu sabar setiap saat. Dan walaupun dengan kesederhanaan hidup itu sangatlah indah. Fathir sering makan bersama Silvi dan ayahnya hanya dengan makanan seadanya, tapi karena kesederhanaan itulah sesungguhnya kebahagian hidup didunia ini muncul. Dalam hati Fathir berkata jika dihadapannya dan disampingnnya telah diturunkan seorang bidadari yang diturunkan dari surga untuknya.

    “ Suatu kelebihan yang kita miliki, hendaknya digunakan dengan baik. Karena kelebihan yang kita punya belum tentu bisa menutupi kekurangan yang kita punya.”